Seperti pada adatnya, tahun ini pun UKM Djawa Tjap Parabola kembali mengadakan perhelatan akbar tahunan yang dinamakan Paramabudaya, suatu konsep yang saat itu kami canangkan bersama rekan-rekan satu angkatan di UKM Djawa.
Tahun ini diambil lakon “Kabut Bumi Nusantara”, sebuah cerita carangan dari pelatih kami, mas Djoko, yang sudah mendampingi UKM dari tahun-tahun awal UKM ini berdiri. Sedikit banyak kisah ini dimiripkan dengan sebuah cerita yang tabu karena sedikit menyinggung kesukuan, perang antara Jawa & Sunda. Di sini lah tantangannya, bagaimana mengemas agar tetap menarik dan tidak memicu kesensitifan dari kisah ini.
Acara dimulai dengan prosesi. Karena Paramabudaya merupakan rangkaian acara, maka di acara puncak Pagelaran ini dilakukan prosesi penutupan.
Dengan gunungan lambang Paramabudaya, cucuk lampah mengiringi laku pembina UKM, ketua UKM, ketua panitia untuk naik ke panggung.
Di atas panggung, pembina UKM menutup dengan menancapkan gunungan di tengah panggung, pertanda Paramabudaya ke-5 ini usai digelar.
Cerita dimulai dengan pencurian pusaka di dua kerajaan besar, kerajaan Giri Pawana di tanah Sunda dan Arga Jenggala di tanah Jawa. Sampai di sini apakah anda merasa ada yang aneh ? Giri Pawana maupun Arga Jenggala memiliki arti yang sama, Giri=Arga=Gunung dan Wana/Pawana=Jenggala=hutan, sehingga mungkin bisa diartikan kerajaan di daerah gunung yang memiliki wilayah hutan yang luas, melambangkan kesuburan dan keagungan suatu tempat.
Pencuri pusaka meninggalkan barang bukti di TKP yang isinya mengisyaratkan pencuri pusaka di Arga Jenggala adalah dari Giri Pawana dan pencuri di Giri Pawana adalah dari Arga Jenggala.
Berganti babak, berlatar kerajaan Arga Jenggala, para sentana keraton sedang berkumpul dan rasan-rasan mengenai keadaan di sekitar kerajaan.
Sang Raja, Sri Ratu Bhomantara, menyapa para sentana dan anak-anaknya, Sawung Seta yang gagah dan adiknya yang jelita. Keluarga raja tersebut membicarakan mengenai rencana pernikahan Sawung Seta dengan Dewi Sitakara yang tak lain adalah putri kerajaan Giri Pawana.
Tiba-tiba datanglah prajurit penjaga senjata pusaka, melaporkan bahwa pusaka kerajaan telah dicuri. Sang pencuri meninggalkan bawang bukti berupa sebuah KTP yang beralamatkan di Giri Pawana.
Bangkitlah murka sang prabu dan segera merencanakan untuk menyerang kerajaan tetangga itu. Namun demi cintanya, sang putra mahkota meminta kesabaran ayahnya agar menyelidiki lebih lanjut terlebih dahulu. Sayang, murka dan harga diri Bhomantara lebih tinggi daripada sayangnya kepada anaknya. Singkat cerita, karena tidak terima, pergilah Sawung Seta dengan disusul adiknya dari keratonnya. Dan prajurit Arga Jenggala bersiap untuk bertempur.
Di waktu yang sama berlainan tempat di kerajaan yang akan diserang di atas, sang Raja Jayasena, mengumpulkan jawara – jawara pilih tanding di kerajaannya untuk juga bersiap berperang dengan Giri Pawana.
Di tengah palagan, perang pun tidak terhindarkan.
Kekuatan berimbang, sampailah ketika kedua raja saling berhadapan
Namun tanpa diduga, ketika kedua nata tengah bertempur, keluarlah sepasukan raksasa tak berbentuk yang menyergap keduanya
Berganti babak, berlatar di sebuah padepokan, tampak seorang tua yang melatih prajurit wanitanya. Tampak seorang putri cantik yang tak lain sang Dewi Sitakara, yang gundah memikirkan keadaan kerajaannya, ayahnya dan tentunya Sawung Seta pujaan hatinya.
Datanglah Sawung Seta di padepokan tersebut. Serta merta dan demi melepas rindunya kepada Dewi Sitakara, kekasihnya, mereka memadu kasih
Sebagai putra dan putri kerajaan, sangat beratlah hati mereka memikirkan keadaan kerajaan yang kehilangan pusaka sebagai pamornya serta permusuhan kedua orang tuanya. Demi memohon petunjuk kepada Dewata, bertapalah mereka di hutan. Tak lama mereka bertapa, datanglah wisik kepada mereka memberikan petunjuk dimana kedua orang tua mereka berada dan bagaimana untuk membebaskannya.
Seperti bisikan yang telah mereka terima, disampaikanlah kepada mang Ohim dan pasukannya untuk menemani mereka menyamar sebagai penari ronggeng.
Di kerajaan antah berantah, tampak seorang raja Raksasa dan para bawahannya merayakan kemenangan mereka, keberhasilan mereka mencuri pusaka raja – raja besar, menghasut dan menawannya.
Demi merayakan kemenangan tersebut, dipanggilnyalah penari ronggeng untuk menghibur mereka
Di sebuah ruangan penyimpanan, senjata pusaka kerajaan Giri Pawana & Arga Jenggala ternyata dijaga oleh raksasa Barongan. Berjalan mengendap-endap Sawung Seta masuk ke ruang tersebut, dan dengan kesaktiannya dapat mengalahkan Barongan yang menjaganya. Dengan tombak dan tameng pusaka di tangan, semakin bulatlah tekadnya untuk membebaskan orang tuanya.
Di ruangan gelap yang merupakan kunjaran, kedua raja besar Bhomantara dan Jayasena dipancang di tiang dan disiksa oleh penjaga penjara tanpa ampun.
Datanglah putri dari Jayasena ke penjara berniat untuk membebaskan ayahnya.
Dengan berani dilawannya para penjaga penjara yang kejam itu.
Namun karena kalah kemampuan berkelahi, Sitakara tampak kewalahan. Datanglah Sawungseta, pujaan hati Sitakara menolongnya melawan para penjahat dan kemudian berhasil membebaskan ayah mereka.
Melihat senjata pusaka di anak mereka, Bhomantara & Jayasena menyadari kesalahan mereka. Kedua ayah tersebut dengan khidmat menyerahkan pusaka tersebut kepada anak mereka sebagai lambang pemegang tampuk kerajaan, dan untuk memberantas kejahatan, mereka berencana untuk menyerang para raksasa yang telah mengadu domba mereka
Di kerajaan para raksasa, tampak mereka masih asyik menari dengan para penari ronggeng
Sawung seta berteriak lantang menantang sang Raja yang dimabuk kemenangan itu, jika memang lelaki keluar dan berperang secara jantan. Merasa panas, segeralah raksasa-raksasa tersebut keluar menyongsong lawannya.
Perkelahian yang seru terjadi antara pasukan Raksasa melawan pasukan Sawung Seta & Sitakara. Dimanapun kejahatan pasti akan terkalahkan, niscaya, maka takluklah sang raja raksasa melawan kedua kerajaan yang bersatu dengan pusaka yang sakti
Tutup layar.
Demikian berakhirlah, pertunjukan ketoprak yang berlangsung lebih kurang 3 jam dengan berbagai candaan yang mengocok perut 🙂
Sukses selalu UKM Djawa.
Gambare foto2ne resik2…SLR ra ngapusi oq yo…hehe
kui we isih akeh sing ngeblur pak
isih kudu akeh sinau 🙂
waw…keyeeen 😀
eh, wordpress saiki nganggo adds yo
wah keren ,, emang enak yen panggone tengah ,,, hahaha,, keren om
hehe, suwun pakdhe
taun ngarep melu neng tengah wae, ra popo, nambah biaya tiket sithik nggo sampean ra masalah laahhh
kereennn….
Keren mas, ijin reblog yak 🙂
Reblogged this on Blognya Ahsan Fathoni.
i like 😀
saya pemain dan saya bangga 😀