Sabtu, 20 April 2013.
Berdua nonton Wayang Orang Bharata, tapi sayangnya karena datang kurang awal (sekitar jam 20.00), sehingga mendapat tempat kurang strategis di kelas I deretan F.
Pagelaran kali ini mementaskan lakon Bhisma Gugur, serial dari peperangan Bharatayuda di Tegal Kurusetra.
Pementasan dibuka dengan tarian Kelana Topeng oleh pemain Bharata.
Adegan 1 dibuka dengan pisowanan keluarga Kurawa di padepokan Bulupitu, dimana para kadang sowan kepada sang Pangarep Ngastina Prabu Duryudana, tidak tertinggal Patih Sengkuni, sang adik Dursasana, Citraksa, Citraksi dan sanak lainnya.
Mereka membicarakan mengenai kemenangan di laga sebelumnya dimana Senopati di pihak Ngastina, Resi Bhisma, berhasil membunuh senopati di pihak Pandawa, Resi Seta dan adik-adiknya, Utawa dan Wratsangka. Prabu Duryudana menanyakan bagimana strategi untuk laga selanjutnya, tapi Sengkuni mengusulkan untuk bersenang – senang terlebih dahulu.
Tiba-tiba datanglah Resi Bhisma, sang senopati di laga sebelumnya, tentu marah karena mengetahui bahwa para Kurawa bersenang-senang padahal belum sepenuhnya memenangkan peperangan.
Daripada berlarut-larut, Resi Bhisma meleremkan kemarahan dan menanyakan bagaimana kehendak dari Prabu Duryudana. Sang Raja atas saran Sengkuni tetap mendhapuk Sang Resi untuk menjadi senopati utama dari pihak Ngastina. Jika memang demikian tugas dari sang Raja, Resi Bhisma menyanggupi dengan syarat disediakan Senopati Pengapit sementara beliau berdoa di Sanggar Pamujan terlebih dahulu. Demikianlah Duryudana mengutus anak-anak Wasuwarman yang ayahnya telah dibunuh oleh para kadang Pandawa belumnya untuk menjadi Senopati Pengapit.
Adegan selanjutnya mengambil tempat di Palagan Kurusetra dimana para putra Pandawa sedang berjaga-jaga. Nampak Danurwenda, Dwara, Sangasanga, dan Sasikirana dengan dikawal sang paman mengawasi keadaan di papan payudan.
Tiba – tiba datang pasukan dari pihak Kurawa datang ke tengah palagan, padahal perang belum dimulai dan senopati dari kedua pihak belum diketahui.
Peperangan pun tidak terhindarkan.
Karena kalah jumlah, para prajurit dari pihak Pandawa kewalahan dan mundur dari palagan.
Adegan selanjutnya adalah Gara – Gara, dimana para Panakawan bersukaria menghibur penonton.
Sedang tengah bersukaria, datanglah para prajurit Pandawa yang kewalahan, menceritakan kepada Panakawan bahwa Kurawa telah siap di palagan dan akan menunjuk Resi Bhisma sebagai senopati.
Segeralah para panakawan melapor kepada para Pandawa yang tengah mengadakan pisowanan dengan Prabu Matswapati, raja Wiratha yang anaknya telah terbunuh di laga sebelumnya (Raden Seta, Utara, dan Wratsangka). Hadir pula sang Prabu Kresna untuk mendengarkan laporan para Panakawan. Demi mendengar laporan tersebut, maka Bathara Kresna harus segera menentukan siapa Senopati dari pihak Pandawa yang akan berhadapan dengan sang Bhisma, namun Janaka & Bimasena menolak dijadikan senopati karena akan berhadapan dengan eyang sedarah dari mereka. Sambil mencari siapa Senopati utamanya, untuk mengadapi serangan dari Kurawa sementara Janaka & Bima harus maju sebagai Senopati Pengapit.
Berhadapanlah Janaka & Bima dengan kedua anak Wasuwarman sebagai Senopati Pengapit.
Namun begitu berhadapan dengan Resi Bhisma, segera mundurlah Bima & Janaka. Mengetahui hal tersebut, majulah Prabu Kresna dengan mengacungkan pusaka Cakra-nya. Berceritalah sang Bhisma mengenai kehendaknya untuk mati sebagai prajurit utama di tangan wanita sebagaimana dulu kutukan dari Dewi Amba.
Adengan selanjutnya bersetting di kediaman Sang Wara Srikandhi yang sedang gladi keprajuritan dengan para pasukan wanitanya. Datanglah Prabu Kresna beserta Janaka & Bima.
Kehadiran Sang Kresna tidak lain adalah untuk menawarkan posisi Senopati Utama Ngamarta kepada Wara Srikandhi. Tanpa mangu – mangu, wanita tersebut menyatakan kesediannya dan sebagai tanda Senopati dikalungkanlah rangkaian melati kepada Srikandhi.
Maka majulah para prajurit wanita di bawah komando Srikandhi untuk menghadapi sang Resi Bhisma
Tanpa ragu-ragu wingah wingih, Wara Srikandhi pun menghadapi Resi Bhisma secara ksatria.
Namun karena memang perbedaan kesaktian, terdesaklah sang Wara Srikandhi. Saat itulah tampak sukma sang Dewi Amba, “kekasih” Bhisma Dewabrata, yang melayang – layang di angkasa mengetahui hal tersebut. Menyatulah dia ke tubuh Srikandhi. Bhisma pun tampak dimatanya bayangan dari “kekasih”nya, Dewi Amba yang hendak menjemputnya.
Dilepaskanlah watangan dari langkap Srikandhi dengan dibantu oleh Dewi Amba. Bhisma yang mengetahui adanya Dewi Amba menyerahkan sepenuhnya dirinya untuk menyambut panah Srikandhi, dengan melepas langkap dan segala kesaktiannya.
Bhisma yang sedang menjemput ajalnya melihat bahwa Sang Dewi Amba menghampiri dan menjemputnya untuk meluluskan Cinta yang tak tersampaikan. Di pangkuan Amba, Bhisma meminta satu hal sebelum dia menyusul sang “kekasih”, akan melepaskan roh dari jasadnya ketika melihat Pandawa telah memenangkan Bharatayuda.
Tutup Layar.
Banyak yang bilang bahwa, inilah kisah cerita paling romantis mengalahkan Romeo & Juliet.
Kisah cinta antara Bhisma & Amba, sampai – sampai Sudjiwo Tedjo sering menyiratkan mengenai hal tersebut lewat pagelaran bahkan lewat lagu-lagunya: Cinta tak Bertanda, Gugur Bhisma, Amba’s Song, dan lainnya.
Begitu dalamnya cinta, sehingga cinta yang sampai maut memisahkan pun kalah kuat daripadanya.
Thx
Kereeennnn…. aku terakhir nonton kelas 3 smp. Udah lama bangeeetttttt… keren bangt postingannya
ayo mas nonton lagi
masih tampil tiap hari Sabtu malam kok 🙂
Sayang file photonya kecil. Tp bagus, sy suka